Pemilu Usai, Bagaimana Dengan Kilas Balik Konflik Yang Ada ?

Pemilihan kepala daerah menjadi salah satu instrument untuk mewujudkan tujuan Negara, yang dapat dilakukan dengan penyelenggaraan pemilihan umum secara serentak yang demokratis dan konstitusional, damai dan bermartabat, serta birokrasi yang netral. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan penyelenggaraan Pilkada serentak yang demokratis-konstitusional, damai dan bermartabat ditentukan oleh institusi demokrasi, aktor demokrasi, relasi, isu publik, dan kapasitas maupun strategi aktor dalam menyambungkan antara rancangan dan gerakan mereka yang akan di realisasikan nantinya apabila terpilih.

Kita ketahui hingga di penghujung tahun 2020 pada saat ini, pandemi covid-19 di Indonesia belum kunjung usai. Meski sudah banyak upaya dari baik dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri, penyebarannya masih terjadi diseluruh wilayah. Meski begitu, tak dapat di elakkan bahwasannya pemerintah harus segera melaksanakan Pilkada 2020, untuk mendapatkan kepala daerah yang baru sebab masa jabatan kepala daerah sudah mendekati habis masa jabatannya. Demi menunjang kelancaran, keefektifan serta keberhasilan penyelenggaraan Pemilu dengan aman ditengah kondisi yang terbilang  tidak cukup baik sekarang ini, pemerintah pusat serta lembaga-lembaga terkait dengan sigap membuat aturan baru mengenai Pilkada 2020.

 Peraturan Pilkada 2020

Untuk memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, pemerintah mengeluarkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 atau PKPU No 6/2020. Kebijakan yang di peroleh  itu berisi aturan penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada. Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari dalam sebuah webinar ‘Mengawal Instrumen Hukum Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemi COVID-19, yang diselenggarakan KPU Kota Denpasar, Sabtu 15 Agustus lalu mengatakan, keberadaan regulasi tersebut sangat penting dalam menjaga kepastian hukum. Hal itu dapat memastikan seluruh jajaran KPU hingga tingkat dearah menerapkan dan menjalankan protokol kesehatan pencegahan COVID-19selama pelaksanaan tahapan Pilkada 2020.

Senada dengan Hasyim, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja mengatakan, KPU dan jajarannya bersama Bawaslu menjadi agen sosialisasi penerapan protokol kesehatan di masyarakat. Menurutnya kerja sama itu menjadi terobosan dalam menangani pandemi di Indonesia. “Jajaran panwas kecamatan juga harus ingat menjalankan protokol kesehatan saat melakukan pengawasan,” kata Bagja dalam rapat tersebut

Selain penyelenggara, partai politik dan bakal calon yang akan hadir dalam pendaftaran juga diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan. Salah satu penerapannya antara lain Pasal 49 Ayat (1) PKPU 6/2020, “ diatur dokumen yang disampaikan harus dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair. Lalu sebelum diterima petugas, dokumen itu disemprot dahulu dengan cairan disinfektan. Tak hanya itu, dalam aturan itu juga mengatur beberapa peraturan lain seperti :

  • Petugas penerima dokumen wajib mengenakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan sekali pakai.
  • membatasi jumlah orang yang ada di dalam ruangan, dilarang membuat kerumunan
  • penyampaian dokumen harus berjarak dan antre
  • seluruh pihak membawa alat tulis masing-masing; menghindari kontak fisik
  • penyediaan sarana sanitasi yang memadai dan ruangan tempat kegiatan dijaga kebersihannya.

Selain proses pendaftaran, pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara juga dipastikan akan berbeda dari kondisi normal. Pada proses kampanye aturan protokol kesehatan tercantum pada Pasal Pasal 57-64. Yang paling  terasa berbeda pada Pilkada 2020 ini adalah, para pasangan calon harus sebisa mungkin membatasi diri bertemu dengan khalayak ramai. Dalam aturan itu juga diatur mengenai diskusi publik yang harus dilakukan di studio Lembaga Penyiaran. Pada pendukung tak diperkenankan hadir pada acara-acara tersebut.

Dengan situasi pandemi seperti sekarang ini, hal penting yang harus dilihat adalah apakah potensi konflik dalam Pilkada dapat dihindari? Tulisan ini melihat bahwa bagaimana potensi konflik dalam Pilkada di era pandemi ini dapat dihindari dengan mengikuti peraturan yang ada, dengan cara pandang sosiologi. Dalam kacamata sosiologi, beberapa hal yang dilakukan guna meminimalisir konflik dalam pilkada : Pertama,mengintensifkan edukasi publik dalam menyikapi proses dan hasil pilkada. Kedua, membuat prosedur antisipasi sedini mungkin terhadap kemungkinan adanya potensi konflik. Ketiga, membangun komitmen semua pasangan calon kepala daerah untuk menciptakan pilkada aman, damai dan edukatif. Dan Keempat,membuat kebijakan pelibatan aparat keamanan dalam mewujudkan pilkada yang aman sesuai ketentuan peraturan dalam perundang-undangan.

Adapun konflik yang terjadi diantara nya Konflik politik dapat dikelompokkan ke dalam konflik sosial karena terjadi di  antara anggota masyarakat sebagai akibat dari adanya hubungan sosial yang cukup intensif. Masalah yang dipertentangkan dalam konflik politik berada pada tingkatan political (Urbaningrum, 1999: 9). Untuk menyelesaikan konflik, ada istilah resolusi konflik. Resolusi konflik menurut Harjana terdiri dari beberapa bentuk diantara nya, Pertama, bersaing dan bertanding (competiting); menguasai (dominating); dan memaksa (forcing). Cara ini merupakan pendekatan terhadap konflik yang berciri menang-kalah. Kedua, kerjasama (collaborating) dan menghadapi (confronting). Dalam hal ini, pihak yang terlibat konflik bekerja sama dan mencari pemecahan konflik yang memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Cara ini merupakan pendekatan menang-menang (win-win solution). Ketiga, kompromi (compromising) dan berunding (negotiating). Cara ini merupakan pendekatan terhadap konflik di mana pihak-pihak yang berkonflik tidak ada yang menang / kalah. Dalam komunikasi politik formal antara KPUD dengan partai politik tercermin bentuk konsiliasi yaitu hanya sedikit mengandalkan peran dari pihak  ketiga dan memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik untuk berkomunikasi secara langsung. KPUD sebagai pihak ketiga sekaligus pihak yang berkonflik hanya  menjadi fasilitator. Sementara itu beberapa tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 yang di perkirakan berpotensi menimbulkan konflik, sudah lebih dini di antisipasi oleh KPUD serta panitia terkait. Pihak masyarakat pun menerima dan tidak berkontra terhadap lembaga penyelenggara, mengenai system penyelenggaraan Pilkada 2020 ini, demi menciptakan penyelenggaraan Pilkada tahun 2020 yang aman, sehat, dan edukatif dengan mengikuti protocol kesehatan di era new normal .

Penulis : Bonita Silalahi (Sosiologi 2019)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 thoughts on “Pemilu Usai, Bagaimana Dengan Kilas Balik Konflik Yang Ada ?”